Ahok marah-marah (lagi). Padahal, baru seminggu yang lalu
dia ikutan lebaran dan saling memaafkan. Sekarang dia sudah kembali banyak
bicara, ngomel-ngomel, dan tebar pesona. Jakarta benar-benar sudah kembali.
Setelah ditinggal seminggu lebih mudik, sekarang Jakarta sudah kembali macet,
sudah kembali panas lagi, dan sekarang Ahok sudah kembali marah-marah. Wow,
enjoy Jakarta banget.
Di pembukaan Jakarta Book & Education Fair 2015, atau
Jakbook, acara yang katanya pameran buku itu, Ahok marah karena harga buku
(tulis) yang di jual di sana lebih mahal daripada yang dijual di pasaran. Pihak
panitia, dalam sambutan resminya mengatakan bahwa harga jual buku dan
perlengkapan sekolah di sana lebih murah dari harga jual di pasar. Tapi Ahok
menemukan fakta sebaliknya. Murkalah dia.
Di hadapan ratusan ibu-ibu revolusiner, yang siap berjuang
sampai mati untuk beli perlengkapan sekolah anaknya, Ahok bersuara bak Bung
Tomo membakar semangat anak-anak muda Surabaya untuk bertarung melawan Belanda.
Dan akhirnya, seperti Semaoen yang mengajak para buruh pabrik untuk melakukan
boycot, Ahok mengajak ibu-ibu revolusioner itu memboikot Jakbook. Lebih baik
beli sepatu di Tanah Abang saja, katanya. Luar biasa.
Kali ini saya bisa memahami kenapa Ahok marah-marah. Saya,
sebagai kaum miskin kampus yang hendak membeli perlengkapan sekolah buku
murah dan bagus pun kecewa dengan penyelenggaraan Jakbook. Bayangkan, selama
lebih tiga jam saya harus mengitari lokasi pameran. Berdesak-desakan dengan
anak-anak yang menangis, ibu-ibu yang menyerobot antrean, dan harus membelah
lautan ibu-ibu untuk melanjutkan perjalanan mencari kitab suci murah.
Dan hasilnya tidak seberapa—bahkan boleh dibilang sangat mengecewakan.
Seketika saya seperti mendengar Rendra membaca sajak
sebatang kretek, eh, maksudnya, Sajak Sebatang Lisong. Ibu-ibu antri uang
pensiun kartu Jakarta Pintar untuk
beli sepatu, serta anak-anak tanpa pendidikan termangu di bawah kaki dewi
kesenian emaknya, dan masyarakat butuh deodoran murah!
Sekarang, saya sadar sepenuhnya bahwa marah-marah bukan lagi
monopoli cewek-cewek yang lagi dapet. Ahok pun berhak marah. Di tengah kondisi
ekonomi Indonesia yang carut-marut ini, di saat semua harga barang serba mahal,
di waktu panas-panasnya insiden Tolikara, pameran buku malah jualan tas dan
sepatu dengan harga lebih mahal. Kan nggak logis.
Sebagai sebuah pameran buku, Jakbook tentu mengecewakan para
pencari diskon. Pameran buku itu harusnya jual buku-buku murah. Buku langka,
bagus, legendaris, dan bisa memberi otak manusia asupan yang bergizi. Lah ini,
pameran malah jual sepatu mahal, pantes aja lingkar otak Deding Ishak Sosmed
nggak lebih lebar dari daun kelor. Ada apa dikit, salahin PKI, salahin Jokowi,
salahin mantan.
0 komentar:
Posting Komentar