Aditia Purnomo

Aksi Sunyi Revisi UU KPK

Leave a Comment

Besok (Kamis 18 Februari 2016), rapat paripurna DPR bakal membahas kelanjutan revisi UU KPK. Tak banyak orang mengetahui hal ini karena pemberantasan korupsi bukanlah hal penting yang dapat merusak moral dan aqidah anak bangsa. Perkara melemahkan KPK nyatanya hanyalah tindakan sistematis yang dilakukan secara berkala tanpa perlu ribut-ribut yang menghebohkan macam diskusi yang dilakukan di televisi.

Berdasar kabar-kabar yang tidak banyak tersebar di linimasa facebook dan twitter, revisi UU KPK bakal terlaksana apabila mayoritas anggota dewan yang terhormat menyepakati rancangan revisian skripsi undang-undang tersebut. Yang sialnya, kabar-kabar tersebut mengatakan kalau mayoritas fraksi di parlemen sepakat terhadap revisian itu.

Secara konstitusional nasib KPK memang berada di tangan para anggota dewan yang terhormat. Bagaimanapun, parlemen lah yang membentuk KPK untuk mengurusi perkara remeh-temeh macam korupsi agar lembaga penegak hukum lain seperti kepolisian bisa fokus mengurusi kasus pembunuhan Munir Wayan Mirna yang diracun dengan sianida. Atau agar TNI bisa fokus mengurusi ekspedisi besar-besaran ke tanah papua sana.

Sebagai pembuat segala macam aturan, anggota dewan yang terhormat berhak mengajari KPK perihal sopan santun terhadap mereka. Bayangkan, selama berdiri kerja KPK telah menangkapi lebih dari 50 anggota DPR. Hal ini jelas sebuah pembangkangan terhadap DPR. Bukannya mengabdi untuk kepentingan yang buat, KPK malah lebih sering membuat para anggota dewan yang terhormat jadi tak terhormat di mata masyarakat.

Lagipula yang diurusi KPK bukanlah kepentingan masyarakat umum, mereka hanya menangkapi para koruptor yang membawa lari uang negara. Bukan membawa lari gebetan orang yang jelas merupakan kejahatan HAM. Masyarakat tentu lebih menaruh perhatian pada perkara pembunuhan Wayan Mirna yang bisa mengancam kenyamanan kelas menengah ngehek yang ingin dijamin keselamatannya ketika kongkow-kongkow di kedai kopi favoritnya.

Tak hanya itu, membahas pelemahan KPK pastinya menjadi tidak penting ketika bangsa ini tengah dihadapkan pada persoalan LGBT yang dapat merusak moral bangsa dan menghancurkan bumi nusantara tercinta ini. Kalau tak percaya, cobalah baca-baca cerita soal kaum sodom dan gomorah yang dilaknat Tuhan karena aktivitas LGBT mereka. Ini benar-benar perkara yang sangat serius.

Karena itu, bermacam stasiun televisi lebih tertarik menayangkan secara langsung atau tak langsung acara-acara yang menampilkan debat-debat antara pihak yang membela bangsa dari ancaman LGBT dengan aktivis-aktivis HAM yang meminta hak kaum LGBT juga dilindungi.

Bagi para pemilik media itu, menayangkan acara ini bukan hanya persoalan rating yang tinggi tapi juga untuk menghibur masyarakat kelas menengah dengan perdebatan-perdebatan yang tidak hanya menghibur tapi juga mengalihkan perhatian mereka dari upaya pelemahan KPK penat sehabis bekerja dan bermacet ria di Ibukota.

Hiburan macam ini tentu diperlukan oleh mereka, mengingat tempat hiburan seperti Kalijodo bakal dihabisi demi membangun taman atau tempat hiburan macam Alexis tidak terlalu bersahabat dengan dompet. Toh salah satu fungsi media adalah untuk menghibur masyarakat. Perkara informasi soal UU KPK bisa ditampilkan setelah direvisi.

Sebenarnya saya sangat berharap bisa mendapatkan informasi berimbang terkait pelemahan KPK ini dari media-bombastis-pengejar-klik nan kritis macam Posmetro.info atau piyungan.org. Sayangnya, untuk perkara ini kedua media tersebut tampaknya lebih senang berkoalisi dengan PDIP bersama kelompok Indonesia Hebat yang biasa mereka kritisi, plus Golkar untuk merevisi UU KPK. Memang, dalam urusan korupsi tidak ada teman atau musuh yang abadi. Kalaupun ada ya musuh bersama bernama KPK itu.

Semoga saja besok terjadi keajaiban dengan dilakukannya intervensi oleh Presiden Jokowi untuk menghentikan upaya pembahasan revisi UU KPK. Karena mengharapkan keajaiban dari tangan Gerindra dan PKS yang menolak revisi UU KPK agak sulit, ada baiknya kita berharap Jokowi tidak mengeluarkan amanat presiden agar pembahasan revisi UU KPK tidak bisa dilanjutkan. Kalaupun harapan ini palsu, toh saya sudah biasa menerimanya. 

*Catatan: Rapat Paripurna kemudian ditunda pada hari selasa tanggal 23 Februari
Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar