Aditia Purnomo

Jangan Ganggu Jagal

Leave a Comment


Sungguh, masyarakat Indonesia ini hanyalah sekumpulan orang mudah heboh, apalagi medianya, gampang banget hebohan kalo ada yang rame di sosmed. Baru dengar kabar ada seorang petani mati di Lumajang saja langsung sok mengutuk tambang, sok mengutuk pembangunan. Memangnya mereka pikir, dari dulu hal-hal kayak gini nggak pernah terjadi. Lah wong sejarah orde baru aja dibangun melalui pembantaian kok.

Kasus di Lumajang ini cuma soal sepele, cuma satu yang mati, dan satu lagi kritis. Yang perlu kalian tahu, ini tuh cuma peringatan biar nggak ada lagi yang ganggu pertambangan. Nggak ada yang ganggu pembangunan. Lah wong tambang dan pembangunan itu yang bikin kalian hidup enak kayak sekarang, masa dihalang-halangi sama petani. Ya habisi saja, daripada investasi yang mati.

Toh yang dilakukan para jagal di Lumajang itu baru pembantaian skala kecil, kecil banget malah. Dulu, para jagal mah nggak bantai satu atau dua orang. Jutaan. Tiga juta malah kalau kata mertuanya SBY, komandan para jagal 65 itu. Lah kalau ini, cuma dua orang korbannya, ya nggak level lah.

Lagian, kenapa sih masyarakat itu gangguin penghidupan para jagal? Ini kan jalan hidup mereka, karena nggak punya kerjaan lain. Jadinya ya dipakai lah mereka sama pengusaha, sama orang yang punya kepentingan buat mengamankan pembangunan. Ingat loh, mengamankan pembangunan.

Kalau masyarakat mau menyalahkan orang, ya mbok pikir-pikir. Jangan 10 jagal yang ditangkap polisi itu yang disalahkan. Salahin lah Jokowi, gara-gara dia 10 orang yang nggak tahu mau kerja apa itu jadi jagal. Ya kan dia presiden, mau siapa lagi yang disalahin karena pengangguran? Masa nyalahin Jonru, dia mah selalu benar.

Toh kalau mau sok humanis, mencaci kelakuan para jagal ya jangan standar ganda. Giliran ada isu presiden mau minta maaf sama keluarga korban pembantaian 65 aja kalian mencak-mencak nggak terima. Padahal ya, Salim Kancil dan keluarga korban pembantaian 65 sama-sama korban para jagal. Kalaupun beda, ya cuma jumlah korban sama jumlah jagalnya. Tahun 65 itu, pembantaiannya dilakukan secara struktural, sistematis, dan masif.

Terus soal eksekusi di ruang publik, itu mah bukan hal baru dalam dunia perjagalan. Kalau kalian mau belajar sejarah, ya eksekusi publik itu hal yang biasa terjadi pas masa pembantaian 65. Kalau cuma digergaji ama disetrum doang mah biasa. Kalian nggak tahu sih kalau jagal 65 itu lebih sadis, dari ngubur korbannya hidup-hidup sampai pancung kepala mah hal biasa. Nggak tahu ya? Makanya belajar, jangan fesbukan dan ngeshare status Jonru mulu.

Lagian, para jagal itu udah mengingatkan pak Salim biar nggak melawan tambang, melawan pembangunan. Eh dia masih melawan, tahu sendiri kan akibatnya. Coba sekarang masih zamannya presiden jagal, nggak bakalan deh ada yang berani melawan pembangunan. Wong apa-apa murah, termasuk nyawa orang-orang kayak pak Salim itu.

Jadi, mohon ya, jangan ganggu mata pencarian orang lain. Kalau kalian nggak mau lihat ada orang-orang kayak jagal, ya kasih mereka pekerjaan. Jangan omong doang. Lagian kalau kalian mau dunia yang penuh kedamaian dan keamanan, jangan banyak berharap ama polisi. Dunia kayak gitu tuh cuma delusi, sama delusionalnya kayak wota yang berharap jadian ama member jeketi. Mimpi doang!!!

Kalau kalian mau dunia yang begitu, harusnya kalian berharap sama Agama, jangan polisi. Tapi ya susah juga, wong agama yang harusnya membawa perdamaian bagi umat manusia malah jadi alat perang. Ya kalaupun nggak perang senjata, minimal jadi bahan twitwar sama perang komen di pesbuk. Kalau nggak percaya coba tanya Om Jonru deh. 

Karena itu, daripada cuma bisa banyak mencemooh jagal, mending kalian kerjain skripsi yang nggak kelar-kelar itu deh. Toh, mau caci maki kayak gimana juga, kalian nggak mau ikutan aksi, kan? Mending ngerjain skripsi biar cepet lulus daripada onani sosial media deh. Serius. 
Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar