Sebagian penikmat kretek mungkin tahu kalau yang menciptakan
inovasi tembakau dan cengkeh yang dilinting bersama itu adalah H. Djamhari.
Saat itu, Djamhari yang tengah mengalami sesak mencoba-coba membakar tembakau
dengan cengkeh, dan hal itu membuat dadanya yang sakit jadi membaik. Kemudian,
Ia temuannya itu dinamakan Kretek karena bunyinya yang khas ketika dibakar.
Itu baru soal H. Djamhari sang penemu kretek. Tentunya
sebuah temuan tidak akan menjadi terkenal kalau tidak ada orang yang
menyebarluaskannya. Dan temuan ini, kemudian menjadi barang yang dikenal
masyarakat setelah kretek kemudian diproduksi secara massal oleh Nitisemito
beserta istrinya, Nasilah.
Ketika muda, Nitisemito banyak merintis bisnis. Mulai jadi
pengusaha pakaian hingga membuka usaha pembuatan minyak kelapa. Sayangnya,
semua usaha yang dirintis kemudian bangkrut hinghga Nitisemito memilih untuk
menjadi kusir Dokar dan berjualan tembakau. ketika itulah, Ia mengenal Nasilah
dan menikahinya.
Boleh dibilang, kalimat “Dibalik kesuksesan seorang pria,
pasti ada wanita hebat di belakangnya” sangatlah cocok disematkan pada diri
Nitisemito. Kretek yang dijual Nasilah di warungnya disukai oleh para
pelanggannya. Campuran irisan tembakau dan cengkeh kemudian di bungkus dalam
kulit jagung kering yang dikeringkan, lalu diikat dengan tali dari benang
buatan Nasilah ini mendatangkan banyak pelanggan ke warungnya.
Dari keberhasilan inilah, kemudian Nitisemito memberi nama
produk rokok kreteknya ini Kodok Nguntal Ulo. Namun karena tidak dirasa membawa
keberuntungan, bahkan dijadikan bahan tertawaan, Ia kemudian menggantinya
menjadi Tjap Bal Tiga. Dari sinilah kisah sukses Nitisemito dimulai.
Setelah 10 tahun beroperasi, Ia kemudian membuat hak paten
nama produknya dan membuat sebuah pabrik rokok seluas 6 hektar pada tahun 1914.
Dengan memperkerjakan sekitar 15 ribu pekerja, pabriknya mampu memproduksi
sebanyak 10 juta batang dalam sehari. Dengan intuisi bisnisnya, Nitisemito
mampu menjadikan usaha rumahan miliknya sebagai sebuah industri yang mampu mempekerjakan
banyak orang.
Dalam hal ini, Nitisemito punya cerita sendiri mengapa Ia
mempekerjakan begitu banyak pekerja. Pada beberapa literasi, dengan semangat
nasionalismenya Ia mempekerjakan banyak orang agar mereka tidak lagi bekerja
pada oarng-orang belanda.
Sayangnya kemudian, usaha yang dirintisnya mengalami masa
surut pada akhir tahun 1930an. Lalu masuknya Jepang dan Perang Dunia 2 semakin
memperburuk keuangan perusahaan hingga pabriknya dinyatakan pailit di awal
tahun 1950an.
Mungkin kisah Tjap Bal Tiga telah berakhir, tapi sebagai
sebuah perusahaan, Tjap Bal Tiga dan Nitisemito merupakan katalisator, pembuka
zaman bagi industri kretek Indonesia. Kini, telah banyak perusahaan dan
raja-raja baru dalam industri kretek yang memberikan pemasukan besar bagi kas
negara.
0 komentar:
Posting Komentar