Aditia Purnomo

Menjadi Perokok Bertanggung Jawab

Leave a Comment

Menjadi perokok itu memang sebuah hal yang dipenuhi tanggung jawab. Mau melakukan hal yang dilindungi hukum dan legal saja harus menaati banyak aturan. Mending kalau cuma disuruh taat aturan, lah ini juga kerap diperlakukan diskriminatif dan sewenang-wenang. Baik oleh negara maupun masyarakat.

Sebagai contoh, stereotip masyarakat yang menganggap bahwa rokok adalah sumber utama dari segala jenis penyakit mematikan membuat kita, para perokok, kerap dikucilkan dari pergaulan masyarakat. Bukan cuma itu, dalam beberapa formulir pendaftaran untuk masuk sebuah lembaga, entah kampus, kantor, ataupun yang lainnya, kita selalu dihadapkan pada pertanyaan: Apakah anda merokok?

Padahal, kalau kita mau berlaku adil sejak dalam pikiran, penyakit mematikan macam jantung atau  kanker juga disebabkan oleh faktor-faktor dan barang konsumsi lain. Banyak makan makanan berlemak dan kolesterol tinggi dan jarang berolahraga juga bisa menyebabkan orang menderita penyakit itu. Atau coba cek di google negara mana yang memiliki penderita kanker paling banyak, apa negara itu juga berada di urutan negara dengan jumlah perokok yang besar, jawabannya adalah tidak.

Sayangnya, cara berlaku masyarakat yang lebih sering termakan propaganda ketimbang berlaku adil sejak pikiran membuat mereka memandang rokok sebagai sesuatu yang jahat. Karena itu mereka yang merokok sudah pasti jahat. Paradigma macam ini mirip dengan cara masyarakat melihat orang yang memiliki tato adalah orang yang berbahaya, dekat dengan kriminal. Padahal, nggak semuanya begitu. Kalaupun ada, tentu tidak bisa digeneralkan.

Padahal, banyak orang yang memiliki tato ataupun perokok yang berlaku adil pada sekitarnya. Mereka yang tidak mau merokok di sembarang tempat, atau mereka yang  tidak merokok jika ada anak kecil. Ya, kalau kita mau berpikir dan memandang persoalan ini dengan jernih, kita bakal melihat bagaimana perokok sudah berupaya menjaga hak orang lain yang tidak merokok. Tapi ya itu, hak-hak bagi perokok sendiri tidak pernah diberikan, baik oleh negara maupun swasta.

Peraturan Rokok di Kampus

Sebagai contoh, belakangan di kampus UIN Jakarta mahasiswa yang merokok di areal taman dan basement Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi dan Fakultas Ushuludin dikejar-kejar dan dimaki-maki oleh seorang dosen bergelar profesor. Dalihnya, menegakkan peraturan, karena pihak kampus sudah membuat peraturan tidak boleh merokok di seluruh areal kampus.

Padahal, jika kampus dan dosen itu mau adil, dan mau tahu soal peraturan tentang rokok, pada pasal 115 Undang-undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 menyebutkan bahwa tempat-tempat umum diwajibkan menyediakan ruang merokok. Kalau punya semangat menegakkan peraturan, mestinya juga disediakan ruang merokok seperti yang diperintahkan konstitusi.

Kalaupun mereka yang membuat peraturan mempermasalahkan bahwa kampus adalah lingkungan pendidikan, dan tempat macam ini harusnya bebas dari rokok, ini hanyalah persoalan yang debatable. Sederhana, kampus diisi oleh mahasiswa yang rata-rata usianya sudah diatas 18 tahun, sudah dewasa dan diperbolehkan undang-undang untuk merokok. Kalau lingkungan pendidikan sekolah yang isinya pelajar di bawah usia 18 tahun, ya nggak boleh lah. Gitu aja kok repot.

Saya melihat, dalam perkara kampus telah sengaja bertindak lalai dengan tidak menyediakan ruang merokok bagi sivitas akademika, tentunya bukan hanya mahasiswa tapi juga dosen dan pegawai yang merokok. Sebenarnya ruang merokok itu wajib disediakan sebagai upaya untuk melindungi orang yang tidak merokok dari paparan asap rokok. Ya kalau nggak disediakan, yang terjadi adalah tindakan otoriter dengan pelarangan tersebut.

Toh, mahasiswa dan dosen yang merokok sudah tidak merokok di tempat yang sembarangan, mereka merokok di ruang terbuka yang sirkulasi udaranya jelas terjadi. Sebenarnya, jika kampus sejak awal sudah menegaskan di mana tempat para perokok, baik mahasiswa, dosen, maupun pekerja, nggak bakal ada tindakan sewenang-wenang dari dosen cum-profesor yang seenaknya menindak mahasiswa yang merokok di taman dan basement. Jadi, minimal dikasih tahulah buat perokok tempat di mana mereka boleh merokok.

Sudah saatnya kampus berlaku adil bagi semua orang yang diasuhnya. Kalau mau buat peraturan, ya dilihat landasannya, jangan sampai bertentangan dengan undang-undang. Karena, suka ataupun tidak, rokok adalah barang legal yang memberikan pemasukan besar bagi kas negara. Dan merokok, masihlah perbuatan yang tidak dilarang undang-undang.  Karena itulah, bagi para penguasa di rektorat dan dekanat sana, yang tentunya para intelektual yang tidak akan berkhianat pada hak-hak masyarakat, cobalah adil dan berikan hak perokok di kampus.

*Pertama terbit di Tabloid Institut edisi 38
Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar