Bagi saya, menunggu adalah sebuah pekerjaan melelahkan
sekaligus mengasyikan. Dalam prosesnya, menunggu bisa membuat hati berdebar,
membikin kepala penuh praduga dan bayangan-bayangan yang akan terjadi. Itulah
yang saya rasakan saat menunggu Efek Rumah Kaca merilis karya terbarunya, Pasar
Bisa Dicitakan.
Pertemuan pertama saya dengan ERK terjadi sekitar 8 tahun
silam, ketika masih duduk di bangku sekolah. Kala itu, saya datang untuk bukan
untuk menyaksikan ERK bermain, karena saya pun belum mengenal ERK. Kalau tidak
salah, waktu itu saya menunggu penampilan band lain yang saya lupa apa. Maklum,
saya pelupa yang baik dalam hal macam ini.
Menjadi penggemar ERK bukanlah keinginan saya, karena
semuanya terjadi begitu saja. Saya datang ke acara pentas seni sebuah sekolah,
tanpa sengaja menyaksikan mereka tampil di panggung, dan jatuh cinta pada musik
dan lirik lagu mereka. Kalaupun anda tak mempercayai pertemuan ini telah
ditakdirkan, mempercayainya sebagai sebuah kebetulan tak apa. Karena ini
kebetulan yang menyenangkan.
Saat itu mereka mendendangkan beberapa lagu, tapi yang
begitu membekas di benak saya adalah lagu Debu-debu Berterbangan dan Di Udara.
Entah kenapa, saya merasa kedua lagu itu sangat cerdas dan membangkitkan gairah
saya.
Selepas acara itu, saya mulai mencari tahu soal ERK lewat
internet. Mulai mengulik karya-karya pada album pertama mereka, dan memantapkan
diri untuk jatuh cinta pada karyanya. Sungguh, lirik mereka cerdas dan membantu
anak muda macam saya (kala itu) belajar mengenal permasalahan sosial. Mohon
dimaklumi, anak muda sepantaran saya waktu itu lebih banyak bergulat soal cinta
dan masa remaja yang indah.
Dari lagu Di Udara saya mengenal Munir lebih dalam. Pada lagu
Jalang saya memaknai sulitnya hidup sebagai minoritas. Sungguh, album ini
membuat masa remaja saya jadi lebih berwana ketimbang hidup anak muda yang
terbuai oleh fashion dan menyanyikan lagu cinta melulu. Ah, mungkin karena ERK
juga saya jadi susah dapat pacar.
Tapi album keduanya adalah album yang sangat membekas pada
benak saya. Keluarnya album Kamar Gelap akhir tahun 2008 mengantarkan masa
remaja saya pada titik baru dalam kehidupan sosial saya. Album penuh dengan
kritik sosial yang tersirat dalam makna setiap lagunya memiliki peran penting
bagi saya untuk lebih mengenal keadaan negara ini.
Mendengar album ini membantu saya melihat dunia dalam sudut
pandang yang lebih luas. Melodi manis disertai lirik yang kuat dan cerdas
membuat album ini memiliki kekuatan untuk mempengaruhi penikmatnya. Membawa
karya mereka menjadi pengantar kesadaran sosial bagi anak muda macam saya.
Sayangnya, album ketiga yang lama dinanti-nanti sedikit
terhambat oleh beberapa hal yang membuat ERK vakum agak lama. Pertama tentunya
kesehatan sang bassis Adrian yang terganggu dan berangkatnya Cholil, sang
vokalis untuk melanjutkan studi di luar negeri. Untungnya, rasa rindu melihat
ERK tampil sedikit terobati dengan band side
project mereka, Pandai Besi.
Proses rekaman album ketiga sendiri telah mereka mulai sejak
tahun 2010. Dalam beberapa wawancara di media, mereka menjelaskan kalau album
ketiga bakal sedikit berbeda dari album-album sebelumnya. Aransemen, materi,
dan eksperimen-eksperimen baru dilakukan untuk menyempurnakan album ini. Ya
meski sayang, penyelesaian album ini banyak mengalami hambatan teknis yang
tidak bisa dielakkan.
Tapi ya, perjuangan tidak pernah membohongi proses. Seperti
nyanyian dedek-dedek JKT48, usaha keras itu tak akan mengkhianati. Setelah lama
ditunggu, akhirnya ERK kembali mengeluarkan single anyar bertajuk Pasar Bisa
Diciptakan. Lagu ini, adalah proses elaborasi lebih lanjut dari lagu Cinta
Melulu, yang membawa kegelisahan ERK tentang posisinya atas karya dan pasarnya.
Dibawakan dengan lebih kalem, ERK kemudian merilis fragmen
selanjutnya yang dengan tajuk Cipta Bisa Dipasarkan, yang masih membawa
semangat dan optimisme mendapatkan pasar bagi karyanya. Sebuah karya yang
menolak takluk pada kekuatan pasar dengan karya-karya yang tidak hanya lezat
tapi juga begizi.
Pemberontakan yang tidak meledak-ledak ini, membawa ERK pada
tahap kedewasaan dalam bermusik yang tidak hanya bergairah dalam berkarya, tapi
juga tidak tergesa-gesa dan lebih matang. Layaknya menjadi lelaki matang yang
diidamkan para wanita. Dan kematangan inilah yang membuat kita jatuh cinta lagi
pada Efek Rumah Kaca.
Semoga saja, virus optimisme ini tidak hanya bersifat
berkata pada diri sendiri, tapi juga mampu menciptakan dialog kepada para
penggemarnya agar lebih optimis menghadapi hidup di era ini. Dan semoga saja,
bukan cuma ERK yang optimis menciptakan pasar atas karyanya, tapi juga saya
yang harus optimis untuk mendapatkan pacar. Yakinlah, pacar bisa diciptakan.
0 komentar:
Posting Komentar