Pada ulang tahun kali ini saya mendapat sebuah kado yang begitu spesial dari seorang penulis best seller terkemuka, tere liye. Bagaimana tidak spesial, ketika banyak orang mengarahkan anak-anak untuk fokus pada ilmu alam, seorang om darwis a.k.a tere liye ini malah mengajak anak-anak muda untuk membaca sejarah. Suatu hal yang amat jarang terjadi di dunia ketokohan yang populer.
Membaca sejarah yang bagi sebagian anak muda Indonesia
dihindari ini hendak diberantas oleh om darwis. Apalagi sejarah Indonesia sudah
dibelokan sedemikian rupa oleh rezim penguasa pasca tragedi 65. Eh, betewe, om
darwis tahu tragedi 65 nga? Ituloh, pembantaian orang-orang yang dituduh
komunis oleh soeharto dan antek-anteknya.
Bagi om darwis, membaca sejarah adalah penting agar tidak
terpengaruh paham-paham luar seolah itu keren sekali. Padahal ya bangsa ini
punya sejarah dan kearifan lokal yang mulai dilupakan oleh anak muda Indonesia.
Pada konteks ini saya amat sepakat dengan om darwis kalau
anak muda Indonesia telah melupakan sejarah bangsanya sendiri. Bagaimana tidak,
akhir pekan lalu sekumpulan mahasiswa haemi fakifaki malah membubarkan acara
Belok Kiri. Fest yang mengagendakan diskusi-diskusi mengenai sejarah Indonesia.
Kenapa mereka melakukannya, tentu karena mereka malas membaca dan mempelajari
sejarah. Bukan karena pesanan kanda taufik sang katastrofi mendunia itu.
Atau mari kita tes pengetahuan sejarah manteman sekalian
jamaah fesbukiyah ini. Adakah yang mengenal Raden Mas Soewardi Soerjaningrat?
Oke kalau agak sulit kita sebut Ia dengan panggilan Ki Hadjar Dewantara. Itu
loh, bapak pendidikan indonesia yang hari ultahnya diperingati sebagai hari
pendidikan nasional. Nga kayak saya yang pas hari ultahnya malah kena pengalihan
isu dari om darwiz.
Ki Hadjar adalah tokoh yang cukup banyak diketahui anak muda
Indonesia karena semboyannya soal pendidikan dijadikan trade mark pada baju
batik seragam ala anak sekolah. Maaf, maksud saya semboyan Tut Wuri Handayani
dijadikan slogan kementrian pendidikan yang dipasang di seragam batik anak
sekolah jaman dulu.
Nah berhubung kita lagi ngomongin sejarah, pasti kalian nga
tau kalau Ki Hadjar ini yang menerjemahkan lagu wajib orang kiri dunia berjudul
Internasionale. Lagu Internasionale yang dianggap kekomunis-komunisan itu
diterjemahkan oleh seorang nasionalis tulen yang memperjuangkan kemerdekaan
hingga ditangkap belanda. Jadi Ki Hadjar ini bukan komunis, karena nga ada
komunis yang memperjuangkan kemerdekaan. Bukan begitu om darwis?
Kenapa Ki Hadjar menyadur lirik Internasionale yang dianggap
kekomunis-komunisan itu? Tentu karena watak Ki Hadjar yang anti imprealisme
sejalan dengan semangat yang ada pada lagu tersebut. Lagipula, sekalipun bukan
komunis Ia memiliki seorang kakak yang berhaluan komunis. Dan mereka tidak
pernah berkelahi atau bertengkar. Mereka sama-sama berjuang untuk Indonesia.
Nah kemarin, untuk kesekian kalinya meski jarang-jarang,
pembukaan Belok Kiri. Fest menampilkan paduan suara Dianita yang mengajak para
hadirin untuk bersenandung ala-ala Ki Hadjar Dewantara. Bukan bermaksud untuk
sok-sokan akrab sama belio, apalagi sok tahu soal sejarah, tapi kami bernanyi
untuk menggelorakan semangat melawan ketidakadilan bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Lihat saja bagaimana Bung Besar Bilven Sandalista begitu
bersemangat bernyanyi pada video yang direkam oleh kawan Jibal Windiaz. Yang
terpenting dari video ini bukanlah soal kualitas atau durasi yang tidak penuh,
melainkan inilah acara yang mencerminkan semangat belajar sejarah yang
dikehendaki oleh om darwis. Bukan begitu, om?
"Perdjoangan penghabisan, Kumpullah melawan. Dan Internasionale pasti di dunia."
blog kamu cukup bagus tapi terlalu belok ke kiri
BalasHapus