Aditia Purnomo

Berjuang

Leave a Comment
Mungkin selama ini saya dikenal sebagai seorang aktivis, mau ikut berjuang untuk beberapa agenda advokasi. Kadang, saya dipandang sebagai seseorang yang militan. Punya daya juang tinggi.

Bisa jadi anggapan itu benar, tapi bisa juga menjadi salah. Untuk beberapa hal, saya adalah orang yang sangat bergairah untuk melakukan sesuatu. Ikut terlibat dalam suatu agenda, baik advokasi, pengorganisiran, atau berbagai agenda lain yang membuat saya bergairah.

Sekali include dalam sebuah agenda, saya jarang memilih meninggalkan tim apabila target kami belum tercapai. Saya adalah tipikal orang yang tidak bisa multitasking. Tidak bisa mengerjakan berbagai hal dalam satu kesempatan. Karenanya, ketika terlibat saya harus menyelesaikan itu baru membuka tabir baru.

Namun anggapan tadi juga bisa salah. Saya adalah tipikal orang yang malas memperjuangkan sesuatu kalau tak punya alasan kuat. Bahkan untuk hal-hal yang baik untuk diri saya, termasuk untuk perkara pribadi.

Kadang saya bisa ngotot kepada mbak-mbak petugas kasir yang tanpa izin saya memberikan sumbangan dengan uang kembalian saya. Tapi kemudian saya sadar, hal itu tidaklah berguna. Mungkin uang 100 atau 200 perak terlihat kecil. Tapi saya amatlah tidak senang jika uang itu disumbangkan untuk sesuatu yang tidak saya inginkan. Tapi kemudian saya jadi kasihan sama mbak-mbak itu, dan meninggalkannya pergi begitu saja.

Perkara berjuang dalam hidup saya bukanlah suatu hal yang sederhana. Ketika dalam suatu agenda gerakan, saya merasa ada beberapa hal yang melenceng dari landasan yang telah kami sepakati, saya bisa saja meninggalkan kelompok ini begitu saja tanpa permisi. Pernah juga, saya tengah memperjuangkan sesuatu yang lain, tapi karena ada satu-atau dua hal yang mengganggu pikiran dan perasaan, semua yang telah saya lakukan bakal saya tinggalkan begitu saja.

Ini perkara mental, memang. Saya adalah orang kalahan. Meski acapkali berkoar-sesumbar soal perjuangan dan hal-hal motivatif lainnya, saya nyatanya adalah orang yang mudah menyerah. Mungkin ini adalah satu dari sekian banyak sifat buruk yang saya punya. Tapi ini adalah salah satu yang terburuk. Memang nyatanya begitu.


Untuk beberapa hal, saya amat mudah menyerah. Seperti pada urusan perasaan, misalnya. Mungkin saya amat ingin berjuang, memperjuangkan sesuatu yang amat jarang saya ingin perjuangkan. Tapi, kadang kenyataan berkata lain. Menerima nasib seakan lebih identik dengan saya. Ketimbang meneruskan langkah dan mengambil resiko, saya lebih suka mundur dari langkah ke langkah. Hingga kemudian, saya sadar bahwa saya tak pernah pantas untuk mendapatkan itu. Memenangkan perasaan seseorang. Dan saya memang menyerah untuk hal ini.
Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar