Namanya La Ido, usianya sudah menginjak 73 tahun. Kepalanya
hampir sepenuhnya memutih, tubuhnya jelas mulai terlihat ringkih. Namun ia
masih dipaksa bekerja setiap hari agar dapat bertahan hidup. Ya, dipaksa oleh
keadaan. Setiap malam, ia mangkal di pinggir jalan RA Katini Kota Baubau
Sulawesi Tenggara, berjualan minuman cepat saji dan rokok kretek.
Berjualan sejak 1986, Kakek La Ido menyukai Jalan RA Kartini
sebagai tempatnya mangkal. Dengan sepeda dan kotak dagangan, setiap malam ia
berangkat ke tempat itu dari kontrakannya. “Sudah 30 tahun jual rokok di
pinggir jalan ini. Saya juga belum pernah jualan di tempat lain, saya sudah
suka jualan disini,” ujarnya seperti dilansir dari Kompas.com, Selasa (1/3).
Kakek La Ido hanya hidup seorang diri di kontrakannya. Tanpa
istri, anak, ataupun cucu. Ia harus berjuang sendirian, tiap harinya, untuk
mengumpulkan rupiah demi rupiah untuk membayar kontrakan serta mengisi perut dan
melepas dahaga.
“Saya jualan hanya untuk bertahan hidup saja. Laku dari
jualan ini tidak tentu. Tiap malam biasa dapat Rp 50.000. Itu saya belikan ikan
dengan nasi,” tuturnya.
Tentunya bukan Kakek La Ido yang bergantung hidupnya dari
rokok. Ia hanya satu dari jutaan orang yang menggantungkan hidupnya dari
industri hasil tembakau. Entah dari berdagang, bertani, ataupun bekerja di
pabrik rokok. Industri ini memang menjadi salah satu industri padat karya yang
menghidupi begitu banyak orang yang terlibat, dari hulu-hilir industri
tembakau.
Di Banjarmasin misalnya, ada sosok Kai Untung yang tidak
hanya menghidupi diri dan keluarganya dari berjualan rokok, tetapi juga bisa
membuatnya membeli mobil untuk dijadikan mobil pemadam kebakaran. Kai Untung
adalah relawan barisan pemadam kebakaran di Banjarmasin sekaligus penggagas
komunitas Pemadam Musibah Kebakaran Penjelajah. Ia juga berhasil membeli sebuah
mobil tua bekas untuk dijadikan mobil pemadam dari hasil jualan rokok.
Mobil tua itu dibeli setelah lima tahun menabung. Dari
sebagian hasil jualan rokok dan bensin eceran, ia meminta istrinya untuk
menyimpan uang tersebut agar suatu saat bisa dibelikan mobil. “Saya tidak
menabung di bank, tidak mengerti. Jadi saya minta istri yang simpan,” jelasnya
pada sebuah talkshow di salah satu tv swasta.
Sebagai masarakat biasa, apa yang dilakukan Kai Untung
bersama PMK Penjelajah adalah hal luar biasa. Mengingat bagaimana kehidupan
masyarakat hari ini yang semakin acuh pada lingkungan, militasi Kai Untung
beserta kelompoknya patut diacungi jempol. Apalagi dia beserta kelompoknya
bukanlah abdi negara yang memang berkewajiban mengamankan area kebakaran.
Ini hanyalah beberapa contoh dari orang-orang yang berusaha
untuk hidup dan berbagi ketimbang hanya mengharap pertolongan dari negara.
Kerja keras dan kegigihan mereka dalam hidup ini layak diapresiasi meski hanya
berbekal hidup dari jualan rokok.
Pertama kali terbit di bolehmerokok.com
0 komentar:
Posting Komentar