Saya pernah melihat seorang anak termenung melihat rumahnya
dirobohkan aparat pamong praja. Kebetulan rumah itu milik seorang teman, dan
anak itu adalah adiknya yang paling kecil.
Saat itu saya dan beberapa orang lainnya melakukan advokasi
terhadap teman saya. Membantu teman yang dipaksa pindah karena rumahnya
mengganggu pembangunan. Tapi kemudian kami gagal. Rumahnya dibongkar, Ia bingung
harus tinggal dimana.
Beberapa minggu lalu seorang teman mengabarkan kalau tempat
ibadahnya bakal disegel aparat. Ia minta bantuan, agar tempat ibadahnya tak
jadi disegel. Dua minggu berlalu, rumah ibadahnya akhirnya ditutup aparat.
Alasannya sederhana, dianggap mengganggu ketertiban masyarakat.
Dalam dua kasus tadi, saya gagal membantu teman. Meski ada
banyak lagi kekalahan yang saya alami, dua kejadian tadi adalah yang paling
menyakitkan. Karena sebagai seorang manusia, saya masih saja gagal membantu teman
mempertahankan sesuatu yang sangat berharga dalam kehidupan mereka.
Padahal, selama ini saya sering dianggap sebagai orang yang
luar biasa. Orang hebat. Padahal ya, membantu kedua teman tadi saya gagal.
Seringkali saya memiliki pemikiran yang saya anggap besar.
Seringkali saya ingin melakukan sesuatu yang besar. Padahal, untuk hal-hal yang
sangat dekat pada saya masih saja gagal saya wujudkan.
Sial memang untuk seorang yang bermimpi besar seperti saya.
Ketidakmampuan untuk menyadari kalau saya ini tidak mampu melakukan hal besar
begitu menyakitkan. Ya meski karena kekalahan demi kegagalan, saya akhirnya
sadar kalau saya bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa.
0 komentar:
Posting Komentar