Sejak kemarin sampai hari jumat teman-teman buruh
melaksanakan ibadah mogok nasional. Kenapa mogok dilakukan, ya karena dialog
tidak menghasilkan solusi dari tuntutan buruh.
Pada mogok nasional tahun ini, buruh membawa isu utama
tentang penolakan PP Pengupahan dan tuntutan untuk dibatalkannya PP tersebut.
PP Nomor 78 Tahun 2015 ini secara substansial mengatur kenaikan upah berkala
tap tahunnya berdasarkan formulasi tetap. Formulasi itu ialah upah minimum
tahun ini akan dikali dengan berapa persen pertumbuhan ekonomi ditambah
inflasi.
Sekilas, PP dan formulasi upah ini terlihat manis. Karena
menjanjikan kenaikan upah yang pasti tiap tahunnya. Tapi kemudian, harus
dipahami konteks masalah pengupahan yang terjadi hari ini terlebih dahulu
sebelum menerapkan hal seperti itu.
Saat ini, upah yang berlaku di Indonesia masih berada di
bawah standar layak. Bahkan Filipina saja memiliki standar upah minimal
mencapai Rp 4 juta perbulan. Penghitungan upah di Indonesia sendiri dilakukan
berdasar komponen hidup layak yang ditetapkan pemerintah. Sayangnya, 60
komponen yang berlaku merupakan warisan orde baru yang hingga kini tak
disesuailan dengan kondisi zaman.
Karena itulah kemudian teman-teman buruh menolak PP
Pengupahan yang belum layak pakai selama upah minimum tidak disesuaikan dengan
standar hidup sejahtera terlebih dahulu.
Tak hanya soal formulasi, teman-teman buruh juga menolak PP
ini karena menghilangkan peran serikat buruh secara signifikan dalam
pengambilan kebijakan tentang upah. Serikat buruh, tak lagi diberi ruang dalam
penentuan upah minimum yang dulu dilakulan oleh dewan pengupahan
kota/kabupaten.
Karena berbagai dialog dan aksi-aksi yang dilakukan buruh
tidak digubris pemerintah, dan pemerintah malah menerapkan PP Pengupahan meski
DPR sudah meminta ditunda dulu penerapannya.
Sebagai contoh, UMK Bantul tahun lalu adalah Rp 1.108.249.
Berdasarkan formulasi PP Pengupahan, UMK Bantul hanya naik Rp 133.900 saja.
Kalau mau kita hitung kebutuhan hidup di sana, apakah kenaikannya mampu
memenuhi hidup buruh dan keluarganya dalam sebulan?
Ada baiknya kita mulai berpikir adil terhadap buruh. Apakah
anda dan keluarga bisa hidup dengan uang sebesar Rp 1,3 juta dalam sebulan?
Mungkin uang segitu bakal anda habiskan untuk ngopi-ngopi gemez selama
seminggu.
Karena itu ada baiknya anda diam saja ketika melihat buruh
memperjuangkan haknya (mungkin juga hak anda). Jika anda memang belum bisa ikut
berjuang, maka dukunglah perjuangan buruh dengan tidak mencibir mereka. Dengan
diam. Biar bagaimanapun juga, selemah-lemahnya perjuangan adalah dengan
mendukung meski dilakukan dalam diam.
0 komentar:
Posting Komentar